Srikandi Penantang Maut, Penakluk 5 Puncak Tertinggi Dunia



Jawa Portal.com– "Jalan menuju puncaknya agak serem, oksigennya tipis banget dan anginnya sangat kencang. Pengamannya itu dari orang ke orang doang bukan tali yang sudah fixed ke atas gitu. Nyawa kita itu ada di pendaki lain, kalau oleng sedikit udah 90-an persen pasti hilang dan enggak mungkin ketolong. Pas bagian itu kayak 'mati enggak ya? Enggak, enggak. Fokus, fokus, enggak akan mati," tutur Fransiska Dimitri mengenang kembali pendakiannya di Gunung Vinson Massif, Kutub Selatan.

Tanggal 4 Januari pukul 23.46 waktu Chile atau 5 Januari 2017 pukul 09.48 WIB jadi hari yang tak terlupakan bagi Fransiska Dimitri Inkiriwang (Deedee) dan Mathilda Dwi Lestari (Hilda). Hari itu, di puncak tertinggi Benua Antartika, dua putri Indonesia berhasil membentangkan Sang Saka Merah Putih.
Deedee dan Hilda patut berbangga, karena kini, mereka resmi mencatatkan diri sebagai dua orang perempuan Indonesia pertama yang menapakkan kakinya di Puncak Gunung Vinson Massif, Antartika. Keduanya adalah anggota tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala-Universitas Katolik Parahyangan (WISSEMU).

Gunung Vinson Massif (4.892 mdpl) yang mewakili Lempeng Antartika merupakan satu dari tujuh puncak gunung yang ada dalam ekspedisi tersebut. Sebelumnya, Tim WISSEMU sudah berhasil menaklukan Gunung Carstensz Pyramid (4.4884 mdpl) di Papua yang mewakili Lempeng Australasia, Gunung Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia yang mewakili Lempeng Eropa, Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Tanzania yang mewakili Lempeng Afrika, dan Gunung Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina yang mewakili lempeng Amerika Selatan.

Tim WISSEMU akan kembali berjuang menaklukkan dua puncak tertinggi lainnya, yakni Gunung Denali (6.190 mdpl) di Alaska yang mewakili Lempeng Amerika Utara dan Gunung Everest (8.848 mdpl) di Nepal yang mewakili Lempeng Asia.

Perjalanan panjang ke Gunung Vinson Massif dilakukan dari Chile, negara terdekat Antartika. Setelah transfer dari satu kota ke kota lainnya untuk melakukan persiapan, Tim WISSEMU akhirnya mengawali pendakian mereka dari Union Glacier, pada tanggal 29 Desember 2016.

Perjalanan Deedee dan Hilda bukan perjalanan yang mudah. Dari satu camp ke camp lainnya adalah perjuangan yang luar biasa. Mereka bercerita, untuk memudahkan pendakian, tim harus terlebih dahulu memindahkan sebagian besar peralatan ekspedisi dengan beban sekitar 20 kg dari Low Camp menuju High Camp. Mereka menggunakan fixed ropes yang terbentang kurang lebih 1.200 meter dengan medan yang kemiringannya 45 derajat. Belum lagi, suhu udara ekstrem yang mencapai minus 30 derajat Celcius membuat mereka harus berjuang lebih keras lagi. Dari High Camp tersebut, Summit Day atau hari pendakian puncak pun akhirnya dilanjutkan.

Menuju puncak, dua mahasiswa Unpar ini menempuh jarak 14 kilometer dan menghabiskan waktu 12 jam perjalanan. Lagi-lagi, medan yang dilalui membuat maut seolah dekat dengan mereka. One slip and you are gone, begitu mereka mendifinisikannya. Bagaimana tidak, ridge atau punggung bukit yang harus mereka lewati menyerupai gergaji, naik turun dan membentang hingga menuju puncak Gunung Vinson. Rutenya sangat berbahaya, karena di kedua sisinya, jurang yang begitu dalam menganga. Ditambah suhu yang saat itu minus 33 derajat Celcius, prestasi Deedee dan Hilda benar-benar tak bisa dianggap sebelah mata.

"Puji Tuhan kami berhasil mencapai summit 4 Januari 2017, pukul 23.48 waktu setempat dan selamat turun dari Vinson dan kembali ke Indonesia," ujar Deedee, saat menceritakan pengalaman tak terlupakannya di Aula Gedung BRI Pusat, Jakarta beberapa waktu lalu.

Keberhasilan Deedee dan Hilda jadi kabar bahagia untuk Indonesia. Siapa kedua putri bangsa yang membanggakan ini? Bagaimana cerita seru lainnya selama menjalani ekspedisi 7 puncak gunung tertinggi di dunia tersebut? Mari lebih dekat dengan dua srikandi muda nan tangguh Indonesia tersebut.