Suka Cita Natal yang Damai dan Bertenggang Rasa



Perayaan Natal 2016 di sejumlah wilayah di Indonesia dan dunia berlangsung khidmat, meski di tengah penjagaan keamanan yang cukup ketat, menyusul ancaman teror yang melanda. Seruan maupun pesan Natal pun disampaikan para pemuka agama kepada seluruh umat Nasrani yang merayakannya.

Salah satu pesan yang sarat makna disampaikan Pemimpin Gereja Katolik se-dunia, Paus Fransiskus. Dalam pesan Natalnya, Paus mengingatkan bahwa tidak sedikit manusia kini tengah disandera oleh materialisme, sehingga membutakan nuraninya. Padahal, banyak manusia lain yang kelaparan dan masih membutuhkan uluran tangan dari sesama yang berkecukupan.

Dilansir dari laman Reuters, Minggu 25 Desember 2016, Paus Fransiskus – yang merayakan Natal keempat kalinya sejak terpilih pada 2013 – pada misa malam Natal juga mengatakan bahwa dunia sering terobsesi dengan hadiah, pesta, dan lebih mementingkan diri sendiri, sehingga jauh dari kerendahan hati.

"Jika ingin merayakan Natal, kita perlu merenungkan tanda ini. Kesederhanaan dari bayi kecil yang baru lahir," kata Paus di St. Basilika Petrus, Roma. Ancaman teror yang terjadi di sejumlah negara di Eropa membuat pengamanan Natal di Basilika diperketat.

Paus mengatakan bahwa pesan Natal adalah kerendahan hati dan kesederhanaan. Karena itu, keduniawian ini perlu dibebaskan lewat Natal. Sepanjang tahun, Paus sudah mendesak adanya rasa kasih terhadap para pengungsi, dan mendorong umat Kristiani untuk mengingat bahwa Yesus pun dulunya adalah seorang pengungsi.

Sementara itu Uskup Agung, Mgr. Ignatius Suharyo dalam pesan Natalnya saat misa di Gereja Katedral, Jakarta menyatakan pentingnya menjaga persaudaraan antarumat dan jangan sampai terpecah.
Menurut Ign. Suharyo, pesan Natal bersama ini ada tiga hal yang dapat disampaikan. Pertama, Natal bukan peristiwa masa lampau, tetapi realitas dan pengalaman umat Kristiani dan aktualitas kelahiran Yesus.

"Kedua adalah konteks dulu Yesus lahir dan menurut sejarah Yesus lahir di Palestina dan dalam jajahan Romawi. Yesus ada di hiruk pikuk kehidupan dunia, begitu pun kita yang sekarang," kata Suharyo di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Minggu 25 Desember 2016.

Ia menyatakan, masalah di dunia itu sampai sekarang belum selesai pengaruhnya, seperti masalah sosial, politik, dan agama. "Tentu perayaan Natal ini memuat amanat, terhadap masalah-masalah aktual dan bagian kedua dari pesan ini sekarang dilihat dari negeri kita," tuturnya.

Pesan Natal yang ketiga adalah soal narkoba serta persaudaraan yang saat ini merajalela dan bisa membuat perpecahan. Untuk itu, tema Natal ini adalah bersatu sebagai bangsa. "Dan tentu kita membutuhkan analisis yang lebih jelas. Gereja Katolik Keuskupuan Agung ingin mewartakan sila pertama Pancasila. Katolik kerahiman yang memerdekakan, yaitu Allah. Dan untuk terus berpikir dan mencari jalan sila kedua makin adil dan beradab," tuturnya.

Ign Suharyo berharap seluruh rakyat Indonesia, tetap bersatu tanpa  membeda-bedakan latar belakang suku, agama, ras antar golongan. Karena, menurutnya, Indonesia lahir dari sejarah panjang perjuangan seluruh umat dan kalangan.

"Negara ini adalah negara kita bersama. Bagi saya ada tiga tonggak yang sangat penting dalam sejarah seperti pada 1908 yang jadi hari kebangkitan," ujarnya. Oleh sebab itu, menurutnya jika sejarah itu dan kesatuan RI yang disyukuri, maka jangan pernah di negara ini di  guncang-guncang lagi atau dioti- atik.

"Jadi jangan sampai dibuat perpecahan lagi, kalau di dalam Gereja Katolik ada rumus metodologi khusus yang biasa didoakan seluruh umat setiap 17 Agustus untuk bangsa dan negara," katanya.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berpesan agar perayaan Natal yang diperingati oleh umat Kristiani setiap 25 Desember, diselenggarakan dalam suasana kesederhanaan. Menurutnya, perayaan Natal harus dapat dijadikan momentum bagi umat Kristiani untuk bisa lebih meningkatkan kualitas kehidupan beragama sesuai nilai dan ajaran yang diyakininya.

"Sebab, peningkatan kualitas beragama menjadi modal penting bagi pembangunan bangsa yang majemuk. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa religius dalam segala bentuk keragamannya," kata Menteri Agama dalam siaran persnya, Sabtu,
24 Desember 2016.

Lukman berharap semua pihak dapat mengedepankan sikap saling menghormati dan bertoleransi. Di tengah keberagaman, sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan sangat diperlukan, terutama untuk merawat kerukunan dan
kedamaian.

"Untuk itu, kita hormati saudara-saudara kita yang tak mengucapkan 'Selamat Natal' atas dasar pemahaman keyakinannya, sebagaimana kita juga hormati mereka yang mengucapkannya. Kita berlapang dada menghormati umat Kristiani yang merayakan Natal, sembari berharap mereka juga dengan penuh kesadaran menghormati sesama saudaranya yang tak merayakan Natal."

Menurut Lukman, bila semua anak bangsa saling menghormati, saling memberi kehormatan kepada yang lain, maka semua akan mendapatkannya. Sebaliknya, bila yang terjadi adalah sikap saling menuntut untuk dihormati, akan muncul pertanyaan tentang siapa yang memberi dan siapa yang mendapatkan.

"Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Memberi lebih baik dari pada menerima, apalagi meminta. Marilah berlomba dalam kebajikan. Selamat bersuka cita dan berbahagia. Namun tetaplah dalam kesederhanaan dan taburlah kebaikan," kata Lukman.

Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo berharap Natal tahun 2016 memberikan perdamaian serta menyebarkan rasa kasih sayang dari umat Kristen kepada sesama dan seluruh umat beragama di Indonesia.

Gatot mengatakan, pesan Natal-nya sekaligus mewakili ucapan selamat Natal yang disampaikan seluruh prajurit TNI. "Semoga damai dan kasih Natal menyertai bapak dan ibu sekalian," ujar Gatot saat meninjau ibadah Natal di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu malam, 24 Desember 2016.